:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4963006/original/033160500_1728371535-IMG-20241008-WA0007.jpg)
Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan bahwa mereka tidak menetapkan menu nasional yang seragam, melainkan standar komposisi gizi yang fleksibel. Hal ini memungkinkan daerah untuk menyesuaikan menu dengan potensi sumber daya lokal dan preferensi masyarakat.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, menjelaskan bahwa serangga seperti belalang dan ulat sagu dapat menjadi bagian dari menu MBG di daerah yang masyarakatnya terbiasa mengonsumsinya. Ini menunjukkan bahwa BGN tidak menerapkan standar menu yang kaku, ujar Dadan.
Selain serangga, Dadan juga menyebutkan sumber protein lain yang bergantung pada ketersediaan lokal, seperti jagung, singkong, atau pisang rebus. Jadi, sumber protein bergantung pada potensi daerah masing-masing, jelasnya.
Dadan menekankan bahwa BGN berkomitmen untuk mengakomodir potensi sumber daya lokal dan kebiasaan makan masyarakat dalam program MBG. Kami ingin memastikan masyarakat di seluruh Indonesia dapat memenuhi kebutuhan gizinya tanpa mengabaikan kearifan lokal, pungkasnya.
Hingga saat ini, program MBG telah diterapkan di 31 provinsi dengan dukungan 238 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Pada periode pertama, program ini menargetkan tiga juta penerima manfaat, dan diharapkan meningkat menjadi enam juta orang pada periode selanjutnya.