:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/2284476/original/055590900_1531921798-20180718-Air-Mancur-DPR-1.jpg)
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memperkuat kewenangannya melalui revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
Revisi ini memberikan DPR kewenangan untuk mengevaluasi pejabat negara yang ditetapkan melalui rapat paripurna, termasuk hakim konstitusi, komisioner KPK, dan pimpinan lembaga negara lainnya.
Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, menilai DPR telah salah memahami makna pengawasan yang merupakan salah satu fungsinya.
Menurut Hendardi, DPR hanya berwenang mengawasi pelaksanaan undang-undang, bukan kinerja personal atau kasus-kasus yang menimbulkan konflik kepentingan.
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari juga menyatakan bahwa DPR telah melakukan langkah konyol dalam bertatanegara.
Feri menilai DPR tidak memahami perundang-undangan dan telah mencampuri terlalu jauh kekuasaan lembaga lain.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, menegaskan bahwa pengangkatan dan pemberhentian pimpinan KPK hanya bisa dilakukan oleh presiden.
Tanak juga menyatakan bahwa pemberhentian pejabat lembaga negara telah diatur dalam Hukum Administrasi Negara dan hanya dapat dilakukan oleh pejabat yang mengangkat pejabat tersebut.
Hendardi dan Feri menilai revisi tata tertib DPR ini harus dibatalkan melalui jalur hukum, seperti judicial review ke Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi.